SUKABUMI– Interior jam dinding banyak disukai berbagai kalangan, karena menawarkan berbagai macam gaya yang bisa memenuhi selera konsumen. Fungsinya jam hanya sebagai pengingat waktu, pilihan konsumen jatuh pada jam dinding kayu berkualitas tinggi. Seperti kayu jati yang tahan lama hingga bertahun-tahun. Mengapa jam dinding kayu koleksi Dedeng Jamaludi (63) begitu diminati? Jam merupakan kebutuhan akan pengingat waktu ditengah kesibukan yang mendera, mengharuskan anda untuk memiliki jam dinding yang tepat dalam ruangan. Dua alasan ini menjadikan jam dinding kayu menjadi pilihan tepat, untuk mempercantik ruangan sekaligus pengingat waktu. Sejak tahun 1986 silam, Dadeng Jamaludin yang kerap di sapa Dadeng ini mulai masuk ke dunia usaha pembuatan jam dinding antik dari bahan kayu. Berlokasi di Kampung Sawah Bera Dayeuhluhur Kecamatan Warudoyong Kota Sukabumi.
Usahanya ini diturunkan dari orang tuanya sendiri, dengan alasan Dadeng pada waktu itu belum memiliki pekerjaan alias nganggur. Akhirkan usaha orang tuanya diberikan kepada anaknya. Dadeng membuat jam kayu dari bahan yang berkualitas tinggi seperi kayu jati, untuk mempertegas keindahan dan keawetan jam dinding tersebut. Sehingga jam dinding kayu produksi Dadeng banyak diminati konsumen. Dalam 1 minggu, Dadeng membuat jam dinding sebanyak 12 buah dengan dibantu tenaga kerja 12 orang. Jam yang masih kosong belum menggunakan mesin waktu, dihargai Rp1,5 juta-Rp3 juta, yang terbuat dari bahan kayu jati. Sedangkan jam dinding yang sudah siap dipakai (sudah menggunakan mesin waktu), disuguhkan harga dari mulai Rp8 juta-Rp20 juta. Pesanan jam dinding, 1 bulan sekitar 15-20 pesanan. Melihat harganya yang cukup tinggi, sehingga jam dinding yang diproduksi Dadeng mayoritas diburu oleh orang dari keturunan China atau Tionghoa. Dadeng hanya sebagai pelaksana, sedangkan pemasaran jam dindingnya diserahken kepada salah satu pengusaha jam dinding antik di Kota Jakarta. “Saya menjual jam dinding dengan harga yang cukup tinggi, karena mesin waktu yang digunakan berasal dari negara Jerman. Harga mahal, namun kwalitas terjamin dan bisa tahan lama hingga bertahun-tahun. Harga mesin waktunya sudah mencapai Rp5 juta-Rp6,5 juta, dipadukan dengan bahan dari jati,”ujarnya.
Bahan dasar kayu jati yang sulit dicari dan harganya cukup mahal, disebabkan pohon terus menerus ditebang sehingga semakin sulit untuk diperoleh. Rata-rata semua bahan baku untuk membuat jam dinding, harganya mahal. “Mesin waktu saya ngutang dulu, tiap ada pesanan sudah cair baru saya bayar. Keuntungan yang saya dapat sangat minim, bahan baku serba mahal,” akunya. Setelah jam dinding sudah siap dipasarkan, biasanya Dadeng mengirim ke daerah Kota Maroya sebelum jalan menuju Provinsi Banten. “Mudah-mudahan tiap bulan pesanan jam dinding mengalir terus dan bisa lebih banyak diminati konsumen. Harga bahan baku mudah diperoleh dengan harga yang relatif murah,” harapnya. (*)
Usahanya ini diturunkan dari orang tuanya sendiri, dengan alasan Dadeng pada waktu itu belum memiliki pekerjaan alias nganggur. Akhirkan usaha orang tuanya diberikan kepada anaknya. Dadeng membuat jam kayu dari bahan yang berkualitas tinggi seperi kayu jati, untuk mempertegas keindahan dan keawetan jam dinding tersebut. Sehingga jam dinding kayu produksi Dadeng banyak diminati konsumen. Dalam 1 minggu, Dadeng membuat jam dinding sebanyak 12 buah dengan dibantu tenaga kerja 12 orang. Jam yang masih kosong belum menggunakan mesin waktu, dihargai Rp1,5 juta-Rp3 juta, yang terbuat dari bahan kayu jati. Sedangkan jam dinding yang sudah siap dipakai (sudah menggunakan mesin waktu), disuguhkan harga dari mulai Rp8 juta-Rp20 juta. Pesanan jam dinding, 1 bulan sekitar 15-20 pesanan. Melihat harganya yang cukup tinggi, sehingga jam dinding yang diproduksi Dadeng mayoritas diburu oleh orang dari keturunan China atau Tionghoa. Dadeng hanya sebagai pelaksana, sedangkan pemasaran jam dindingnya diserahken kepada salah satu pengusaha jam dinding antik di Kota Jakarta. “Saya menjual jam dinding dengan harga yang cukup tinggi, karena mesin waktu yang digunakan berasal dari negara Jerman. Harga mahal, namun kwalitas terjamin dan bisa tahan lama hingga bertahun-tahun. Harga mesin waktunya sudah mencapai Rp5 juta-Rp6,5 juta, dipadukan dengan bahan dari jati,”ujarnya.
Bahan dasar kayu jati yang sulit dicari dan harganya cukup mahal, disebabkan pohon terus menerus ditebang sehingga semakin sulit untuk diperoleh. Rata-rata semua bahan baku untuk membuat jam dinding, harganya mahal. “Mesin waktu saya ngutang dulu, tiap ada pesanan sudah cair baru saya bayar. Keuntungan yang saya dapat sangat minim, bahan baku serba mahal,” akunya. Setelah jam dinding sudah siap dipasarkan, biasanya Dadeng mengirim ke daerah Kota Maroya sebelum jalan menuju Provinsi Banten. “Mudah-mudahan tiap bulan pesanan jam dinding mengalir terus dan bisa lebih banyak diminati konsumen. Harga bahan baku mudah diperoleh dengan harga yang relatif murah,” harapnya. (*)